Saturday, September 26, 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKURANGAN GIZI PADA BALITA



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Gizi Kurang  Balita
2.1.1        Pengertian
Kurang energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) buku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah (Supariasa, 2002).
Dampak kekurangan gizi yang dimaksud disini, adalah akibat negatif kekurangan gizi terhadap kesejahteraan perorangan, keluarga dan masyarakat sehingga dapat merugikan pembangunan nasional suatu bangsa. Penelitian juga menunjukan bahwa hubungan antara KEP dengan kematian bayi dan anak tidak berdiri sendiri melainkan kombinasi KEP dengan masalah gizi lainnya, misalnya KEP dengan penyakit akibat kekurangan zat yodium dan zat besi (Soekirman, 2000).
Refleksi kecukupan gizi pada balita yang dinilai dengan perbandingan berat badan dengan menggunakan grafik timbang, (Moehji, 2003 : 13).
Merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu, (Supariasa, 2002 : 18). Variabel yang digunakan untuk menentukan status gizi selanjutnya disebut indikator status gizi, (misalnya berat badan, tinggi badan atau variabel pertumbuhan dan sebagainya).
Keadaan yang dapat memberi petunjuk seorang itu menderita gizi kurang atau tidak (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1991 : 4).
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangan yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dab bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Soegeng santoso dan Anne lies, 2004). Damapk yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara lain :
a.       Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan
b.      Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktifitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.
c.       Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak, akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadikekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
d.      Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja yang berarti menurunnya prestasi dan produktifitas kerja manusia (Suhardjo, 2003)
Kekurangan gizi pada umumnya adalah penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program-program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik tekis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003)
Anak balita adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 12-59 bulan (Khomsan, 2004).
2.1.2        Metoda Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi terdiri dari dua macam yaitu penilaian secara langsung dan secara tidak langsung.
2.1.2.1  Secara langsung terdiri dari :
1)      Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2)      Biokimia
Merupakan pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang dilakukan untuk berbagai macam jaringan tubuh. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.  
3)      Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes)
4)      Klinis  
Metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Umumnya digunakan untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical surveys) yang dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
2.1.2.2  Secara tidak langsung
1)      Survei konsumsi makanan
      Metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2)      Statistik vital
      Menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bahan dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3)      Faktor ekologi
      Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan maslah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain, untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw, 1964, dalam, Supariasa, 2002)

 2.1.3        Antropometri Gizi
2.1.3.1  Pengertian
Segala yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jelliffe, 1966, dalam, Supariasa, 2002 :36)
2.1.3.2  Keunggulan antropometri
1)      Prosedurnya aman, sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
2)      Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antopometri.
3)      Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lamam, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat, kecuali untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit harus diimpor.
4)      Metode ini tepat dan akurat, karen dapat dibakukan.
5)      Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6)      Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
7)      Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu atau dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
8)      Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
2.1.3.3  Kelemahan antropometri
1)      Tidak sensitif, metode ini tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
2)      Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri.
3)      Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
4)      Kesalahan ini terjadi karena : pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
5)      Sumber kesalahan biasanya : latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau alat tidak ditera, kesulitan pengukuran
2.1.3.4  Jenis parameter
1)      Umur
      Kesalahan dalam penentuan umumr akan menyebabkan interprestasi status gizi yang salah. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batas umur adalah tahun penuh (complete year) dan, untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh (complete mounth)
2)      Berat badan
      Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Alat yang paling efektif untuk pengukuran adalah timbangan Docin minimum 20 kg dan maksimum 25 kg.
3)      Tinggi badan
      Tinggi badan adalah parameter terpenting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Alat yang tepat adalah Microtoa. Microtoa merupakan alat pengukur tinggi badan bagi anak yang telah dapat berdiridan memiliki ketelitian 0,1 cm.
4)      Lingkar lengan atas          
      Merupakan salah satu pilihan untuk menentukan status gizi, karena mudah dilakukan, akan tetapi alat ini sensitif terhadap satu golongan tertentu (pra sekolah) dan kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Alat yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.
5)      Lingkar kepala
      Dalam antropometri gizi rasio lingkaran kepala dan lingkaran dada cukup berarti dalam menetukan KEP pada anak.
6)      Lingkar lunak
      Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP dan kedua jaringan tersebut dapat diukur untuk menentukan status gizi.

2.1.3.5  Indeks antropometri anak
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi anak adalah kombinasi dari tiga indeks yaitu : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan).
1)      Berat badan menurut umur (BB/U)
      Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). Kelebihan indeks BB/U :
1.      Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
2.      Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
3.      Berat badan dapat berfluktuasi
4.      Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
5.      Dapat mendeteksi kegemukan
Kelemahan indeks BB/U :
1.      Dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites
2.      Di daerah pedesaan terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.
3.      Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun
4.      Sering terjadi keslahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak saat penimbangan
5.      Secara operasional sering mengalami hambatan karena maslah sosial budaya setempat. Orang tua tidak mau menimbang anaknya karena dianggap barang dagangan.
2)      Tinggi badan menurut umur (TB/U)
      Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan indeks TB/U memberi gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.
Keuntungan indeks TB/U :
1.      Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2.      Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa
Kelemahan indeks TB/U :
1.      Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
2.      Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya
3.      ketepatan umur sulit didapat
3)      Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
      Jelliffe pada tahun 1996 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang), merupakan indeks yang independent terhadap umur.

Keuntungan indeks BB/TB :
1.      Tidak diperlukan data umur
2.      Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)
Kelemahan indeks BB/TB :
1.      Tidak dapat memberikan gambaran ukuran tinggi badan karena faktor umur tidak dipertimbangkan
2.      Dalam praktek sering mendapatkan kesulitan dalam mengukur tinggi badan balita
3.      Membutuhkan dua macam alat ukur
4.      Pengukuran relatif lebih lama
5.      Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
6.      Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran.
2.1.4        Menetukan Status Gizi Kurang, Gizi Buruk, dan Gizi Lebih
Status gizi kelompok orang ditentukan melalui perhitungan statistik dengan menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-rata atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan WHO. Dengan rumus tertentu dapat dihitung nilai skor Z dan nilai suatu BB/U, TB/U, dan BB/TB. Ketiga jenis ukuran tersebut dikatakan :
1)      Normal apabila nilai terletak antara -2SD sampai +2SD
2)      Kurang apabila nilai terletak <-2SD
3)      Buruk apabila nilai terletak <-3SD
4)      Gemuk apabila nilai terletak >+2SD
5)      Sangat gemuk apabila nilai terletak >+3SD
Rumus perhitungan Skor-Z :
Skor – zBB/U = (BBu – BBr)
                                SDr
BBu     = Berat badan, umur dan jenis kelamin anak (hasil pengukuran)
BBr     = Berat badan pada umur dan jenis kelamin yang sesuai (WHO-NCHS)
SDr      = Standar deviasi pada umur dan jenis kelamin yang sesuai (WHO-NCHS)
Misalnya berat badan hasil pengukuran pada anak balita perempuan pada usia 2 tahun adalah 12 kg, lalu dikurangi dengan berat badan pada umur dan jenis kelamin perempuan pada tabel median WHO-NCHS yaitu 11,8 kg adalah 0,2 kg. Lalu dibagi dengan standar deviasi pada umur 2 tahun anak perempuan baku WHO-NCHS yaitu :
13,2 - 11,8 = 1,4          0,2 : 1,4 = +0,1
Artinya status gizi balita berada pada kurva +0,1 Z-score adalah gizi baik.
Gambar 2.1
Kurva Normal Skor-Z
Dan batas kategori Status Gizi BB / U


 



                                                     Gizi baik


 
                                -3,0          -2,0          -1,0          0              +1,0         +2,0         +3,0


                                Gizi         Gizi                                                                         Gizi Lebih
Buruk      Kurang                                                                    (Gemuk)
2.1.5        Klasifikasi Status Gizi
Banyak klasifikasi status gizi, saat ini digunakan klasifikasi menurut WHO. Indikator yang digunakan meliputi BB/U, TB/U, BB/TB. Standar yang digunakan adalah NCHS (National Centre for Health Statistics, USA) seperti tabel dibawah ini.
Tabel 2.1
Klasifikasi Menurut Cara WHO
(Sumber : Deswarni Idrus dan Gatot Gunanto 1990.
Pusdiknakes, Jakarta : 13)
No
BB/TB
BB/U
TB/U
Status Gizi
1.
Normal
Rendah
Rendah
Baik, pernah kurang
2.
Normal
Normal
Normal
Baik
3.
Normal
Tinggi
Tinggi
Jangkung, masih baik
4.
Rendah
Rendah
Tinggi
Buruk
5.
Rendah
Rendah
Normal
Buruk, kurang
6.
Rendah
Normal
Tinggi
Kurang
7.
Tinggi
Tinggi
Rendah
Lebih, obesitas
8.
Tinggi
Tinggi
Normal
Lebih, tidak obesitas
9.
Tinggi
Normal
Rendah
Lebih, pernah kurang


2.2        Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Kurang Balita
2.2.1        Faktor langsung
1)      Faktor kecukupan makanan
                  Ketidak cukupan makanan (zat gizi) berlangsung lama, maka persediaan/cadangan jaringan tubuh akan digunakan untuk memenuhi ketidak cukupan itu. Kemerosotan jaringan tersebut ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan daya tahan tubuh (imunitas), akhirnya dapat menderita KEP. Sebaliknya gizi lebih akan memicu berbagai penyakit sperti diabetes militus, hipertensi, dan lain-lain.
                  Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan yang dianjuekan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan gizi ke IV (LIPI, 1988) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
 Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata perhari
Gol. Umur Balita
Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan (cm)
Energi (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Vitamin A (mg)
Vitamin C (mg)
0-6 bl
5,5
60
560
12
13
350
30
7-12 bl
8,5
71
800
15
19
350
35
1-3 th
12
90
1250
23
28
350
40
4-6 th
18
110
1750
32
39
460
45
Sumber: Solihin Pudjiadi (2003)
2)      Faktor keadaan kesehatan
      Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi sering diserang diare atau demam, atau penyakit yang lain, akhirnya akan dapat menderita KEP. Dalam kenyataan (faktor makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab KEP. Kekurangan asupan gizi pada anak dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan berbagai dampak, mulai gangguan struktur jaringan, kemerosotan dalam jumlah dan ukuran sel jaringan tubuh, gangguan fungsi sistem tubuh dan mengganggu pada metabolisme serta penyerapan makanan dan akhirnya menimbulkan berbagai gejala penyakit.

 2.2.2        Faktor Tidak Langsung
Faktor-faktor yang menyebabkan kurang gizi, menurut bagan UNICEF, 1998, yang disesuaikan oleh Soekirman, 2000, bahwa penyebab tidak langsung adalah :
1)      Ketahanan pangan keluarga
      Merupakan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizi.
2)      Pola pengasuhan anak
      Adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
3)      Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan
      Adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan
4)      Pendidikan
      Merupakan salah satu pokok masalah terjadinya KEP, dengan pendidikan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas pengasuhan anak, pemenuhan persediaan pangan dan sanitasi lingkungan sebagai penyebab tidak langsung terjadinya KEP
5)      Jumlah anak
      Merupakan dampak dari kurangnya pemberdayaan keluarga. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga adalah melalui program Keluarga Berencana (KB), yaitu perwujudan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Salah satu isi NKKBS adalah pengendalian segi kualitas/jumlah anak dengan dua anak saja.
2.2.3        Pola Asuh Makan
2.2.3.1  Pengertian
Pola asuh makan anak merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuhan lain dalam hal kedekatan dengan anaknya, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya (Soekirman, 2000 : 85).
Pola asuh makan anak adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan anak balita dan pemeliharaan kesehatan
2.2.3.2  Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pengasuhan anak
Secara ideal tugas seorang ibu adalah memelihara, mengasuh anak dan menjaga keluarganya. Pengasuhan anak (Child Rearing) adalah bagian proses sosialisasi yang paling penting dan mendasar. Fungsi utama dari pengasuhan anak adalah mempersiapkan seorang anak menjadi warga masyarakat (Afrison, 1992, dalam : buku Jurnal Akademika Volume 8 No. 1 : April 2004).
Yang termasuk pola asuh adalah pemberian ASI, penyediaan dan pemberian makanan pada anak, dan memberikan rasa aman kepada anak (Soekirman, 2000). Kualitas pengasuhan anak ditentukan oleh keadaan ibu atau pengasuh anak yang meliputi :
1)      Keadaan kesehatan fisik dan mental
2)      Status gizi
3)      Pendidikan umum
4)      Pengetahuan tentang pengasuhan yang baik
5)      Peran dalam keluarga atau di masyarakat
6)      Sifat pekerjaan sehari-hari
7)      Adat kebiasaan keluarga dan di masyarakat
2.2.3.3  Kebutuhan anak dalam pengasuhan
1)      Kebutuhan pangan, sandang, rekreasi, kesegaran jasmani
2)      Perawatan kesehatan dasar seperti : imunisasi, pemberian ASI, penimbangan teratur, pengobatan bila sakit
3)      Pemukiman yang layak, higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
Melatih ibu menjadi pengasuh yang baik penting untuk menghasilkan generasi yang berkualitas. Ibu yang tampak bahagia ketika mengasuh anaknya (selalu tersenyum, tertawa dan bahagia) akan memberikan konstribusi positif bagi terbentuknya anak-anak yang memiliki pola tumbuh kembang yang optimal (Khosan, 2004).
Praktek pemberian makan pada anak mempunyai peranan yang besar dalam asupan gizi anak. Ada tiga perilaku yang mempengaruhi asupan yaitu :
1)      Menyesuaikan metode pemberian makanan dengan kemampuan psikomotor anak
2)      Pemberian makanan yang responsif, termasuk dorongan untuk makan, memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian, kontrol terhadap makanan antara anak dan pemberi makan, dan hubungan yang baik dengan anak, selama memberi makan
3)      Situasi pemberian makan, termasuk bebas gangguan, waktu pemberian makan tertentu, perhatian dan perlindungan selama makan.
2.2.4        Pendidikan Ibu
2.2.4.1  Pengertian pendidikan
Merupakan proses yang terdiri dari pemindahan informasi (transformasi) dari suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman dari beberapa aspek kognitif dengan memperhatikan rasa kesadaran, kemauan dan sikap suka dari pihak anak didik (Bernadib, 1994).
2.2.4.2  Tujuan pendidikan
Agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam memasuki lingkungan masyarakat yang bersifat maju dan komplek.
2.2.4.3  Lembaga pendidikan
1)      Lembaga pendidikan informal, seperti pendidikan di keluarga/dalam rumah tangga


2)      Lembaga pendidikan formal
Merupakan suatu bentuk organisasi sistem kegiatan manusia dalam bentuk sekolah yang mempunyai satu tujuan tertentu yaitu membantu, menolong, membimbing kedewasaan dan menjalankan fungsi sosialnya pada era yang maju dan komplek.
2.2.4.4  Jenjang pendidikan Formal
1)      Pendidkan rendah/dasar, seperti : TK, SD
2)      Pendidikan menengah, seperti : SLTP, SLTA
3)      Pendidikan tinggi, seperti : Perguruan Tinggi
Dengan pendidikan yang baik (menengah keatas) maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara mengasuh anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatannya dan pendidikannya.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, higiene, pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal (Sri Kardjati, dkk. 1985)
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap tehadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003)
2.2.5        Jumlah Anak
2.2.5.1  Pengertian
Banyaknya anak dalam sebuah keluarga yang memiliki balita.
2.2.5.2  Bentuk keluarga
Berkaitan dengan jumlah saudara maka ada dua bentuk keluarga, yaitu:
1)      Keluarga kecil, yaitu keluarga yang memiliki 2 orang anak
2)      Keluarga besar, yaitu keluarga yang memiliki lebih dari 2 orang anak.
Pembatasan ukuran keluarga dapat membantu keadaan gizi dan daya tahan tubuh anak. Survei pangan di Indonesia menunjukan bahwa tersedianya protein bagi setiap anak di dalam keluarga dengan satu atau dua anak, akan 22% lebih tinggi (sekitar 13 gram setiap kepala) bila dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anak lebih dari empat (Berg, 1987).
Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan sosial ekonomi cukup, akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, lebih-lebih dengan jarak yang dekat. Sedangkan pada keluarga dengan sosial ekonomi kurang akan mengakibatkan selain kurang perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1998)
Anak-anak, wanita yang sedang hamil dan sedang menyusui merupakan kelompok yang rawan akan kekurangan gizi. Apabila mereka hidup dalam keluarga dengan jumlah yang besar dan kesulitan dalam persediaan pangan tentunya masalah gizi atau gangguan gizi akan timbul (Suhardjo, 1986)
Pembagian pangan yang tepat pada setiap anggota keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-zat gizi lain yang cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Suhardji, dkk. 1986)
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003)
2.2.6        Pendapatan keluarga
2.2.6.1  Pengertian pendapatan
Dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah serta pendapatan lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu (Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers, 1984).
Ada beberapa defenisi pengertian pendapatan, menurut Badan Pusat Statistik sesuai dengan konsep dan defenisi (1999), pengertian pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi, sedangkan menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers (1984) pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah segala bentuk penghasilan atau penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers (1984) menyebutkan pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsistem.
Pendapatan formal, pendapatan informal, dan pendapatan subsistem yang dimaksud dalam konsep diatas dijelaskan sebagai berikut :
1)      Pendapatan formal adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan pokok
2)      Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan di luar pekerjaan pokok.
3)      Pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang
            Jadi yang dimaksud dengan pendapatan keluarga adalah seluruh penghasilan yang diperoleh dari semua anggota keluarga yang bekerja.
2.2.6.2  Sumber Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga atau rumah tangga menurut biaya hidup tahun 1968-1989 dari badan pusat statistik yang di kutip oleh Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers (1984) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua dan sumbernya dapat dirinci sebagai berikur:
2.2.6.2.1        Pendapatan berupa uang
a.       Dari gaji dan upah yang diperoleh dari:
1)            Kerja pokok
2)            Kerja sampingan
3)            Kerja lembur
4)            Kerja kadang-kadang
b.      Dari usaha sendiri
1)      Hasil bersih dari usaha sendiri
2)      Komisi
3)      Penjualan dan kerajinan rumah
c.       Dari hasil investasi
d.      Dari keuntungan sosial, yaitu pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial
2.2.6.2.2        Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan berupa
a.       Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentukan:
1)      Beras
2)      Pengobatan
3)      Transportasi
4)      Perumahan
5)      Barang
b.      Barang yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara lain:
1)      Pemakaian barang yang diproduksi di rumah
2)      Sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang di tempati
Dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud adalah kerja pokok dan kerja sampingan.
Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut membaik juga. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas.
Antara penghasilan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan intaraksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal (Achmad Djaeni Sediaoetama, 1985)
Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi akan meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan catatan, bila hanya faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi. Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan . oleh karena itu perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran dari pada pembangunan (Suhardjo, 2003)
2.2.7        Pengetahuan Gizi Ibu
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:
a.       Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan
b.      Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal
c.       Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo, 2003)
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000)
Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga (Suhardjo, 1986)
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai disetiap negara di dunia ini. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

2.2.7.1  Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a.       Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadapa suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
b.      Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
c.       Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai keampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
d.      Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
e.       Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
f.       Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).

2 comments:

  1. Makalah jaman kuliah nopo niki, Yu ... dawaneeeh. Sip lah pokoke.

    ReplyDelete
  2. Iki landasan teorine jeng Kayla Mubara, baru nemu di hardisk, hehehe

    ReplyDelete