BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gizi Kurang Balita
2.1.1
Pengertian
Kurang energi
protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit
tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat
badan menurut umur (BB/U) buku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi
dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya
penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah (Supariasa,
2002).
Dampak kekurangan
gizi yang dimaksud disini, adalah akibat negatif kekurangan gizi terhadap kesejahteraan
perorangan, keluarga dan masyarakat sehingga dapat merugikan pembangunan
nasional suatu bangsa. Penelitian juga menunjukan bahwa hubungan antara KEP
dengan kematian bayi dan anak tidak berdiri sendiri melainkan kombinasi KEP
dengan masalah gizi lainnya, misalnya KEP dengan penyakit akibat kekurangan zat
yodium dan zat besi (Soekirman, 2000).
Refleksi kecukupan
gizi pada balita yang dinilai dengan perbandingan berat badan dengan
menggunakan grafik timbang, (Moehji, 2003 : 13).
Merupakan ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan
nutriture dalam bentuk variabel tertentu, (Supariasa, 2002 : 18). Variabel yang
digunakan untuk menentukan status gizi selanjutnya disebut indikator status
gizi, (misalnya berat badan, tinggi badan atau variabel pertumbuhan dan
sebagainya).
Keadaan yang dapat
memberi petunjuk seorang itu menderita gizi kurang atau tidak (Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, 1991 : 4).
Keadaan gizi
kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan
perkembangan yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang
tersebut kemampuannya untuk belajar dab bekerja serta bersikap akan lebih
terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Soegeng santoso dan Anne lies,
2004). Damapk yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena
masalah gizi antara lain :
a. Kekurangan gizi adalah penyebab utama
kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan
b. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya
angka kesakitan dan menurunnya produktifitas kerja manusia. Hal ini berarti
akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.
c. Kekurangan gizi berakibat menurunnya
tingkat kecerdasan anak-anak, akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila
terjadikekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun.
Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar
potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
d. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya
tahan manusia untuk bekerja yang berarti menurunnya prestasi dan produktifitas
kerja manusia (Suhardjo, 2003)
Kekurangan gizi
pada umumnya adalah penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi
masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah
program-program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan
diberbagai disiplin, baik tekis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan
lain sebagainya (Suhardjo, 2003)
Anak balita adalah
semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 12-59 bulan (Khomsan, 2004).
2.1.2
Metoda Penilaian Status Gizi
Penilaian status
gizi terdiri dari dua macam yaitu penilaian secara langsung dan secara tidak
langsung.
2.1.2.1 Secara langsung terdiri dari :
1) Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam
tubuh.
2) Biokimia
Merupakan pemeriksaan spesimen yang di uji
secara laboratoris yang dilakukan untuk berbagai macam jaringan tubuh. Metode
ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi.
3) Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes)
4) Klinis
Metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Umumnya digunakan untuk survey
klinis secara cepat (rapid clinical surveys) yang dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi.
2.1.2.2 Secara tidak langsung
1) Survei konsumsi makanan
Metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi,
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik vital
Menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bahan dari indikator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat.
3) Faktor ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa
malnutrisi merupakan maslah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain,
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw, 1964, dalam, Supariasa, 2002)
2.1.3
Antropometri Gizi
2.1.3.1 Pengertian
Segala yang
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jelliffe, 1966, dalam, Supariasa,
2002 :36)
2.1.3.2 Keunggulan antropometri
1) Prosedurnya aman, sederhana dan dapat
dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli,
tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat
melakukan pengukuran antopometri.
3) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lamam,
dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat, kecuali untuk mengukur tebal lemak
di bawah kulit harus diimpor.
4) Metode ini tepat dan akurat, karen dapat
dibakukan.
5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan
riwayat gizi di masa lampau.
6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi
sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
7) Metode antropometri dapat mengevaluasi
perubahan status gizi pada periode tertentu atau dari suatu generasi ke
generasi berikutnya.
8) Metode antropometri gizi dapat digunakan
untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
2.1.3.3 Kelemahan antropometri
1) Tidak sensitif, metode ini tidak dapat
membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik,
dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas
pengukuran antropometri.
3) Kesalahan yang terjadi pada saat
pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran
antropometri gizi.
4) Kesalahan ini terjadi karena : pengukuran,
perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
5) Sumber kesalahan biasanya : latihan
petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau alat tidak ditera, kesulitan
pengukuran
2.1.3.4 Jenis parameter
1) Umur
Kesalahan dalam penentuan umumr
akan menyebabkan interprestasi status gizi yang salah. Menurut Puslitbang Gizi
Bogor (1980), batas umur adalah tahun penuh (complete year) dan, untuk anak 0-2
tahun digunakan bulan penuh (complete mounth)
2) Berat badan
Berat badan merupakan ukuran
antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan
menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Alat yang
paling efektif untuk pengukuran adalah timbangan Docin minimum 20 kg dan
maksimum 25 kg.
3) Tinggi badan
Tinggi badan adalah parameter
terpenting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat. Alat yang tepat adalah Microtoa. Microtoa
merupakan alat pengukur tinggi badan bagi anak yang telah dapat berdiridan
memiliki ketelitian 0,1 cm.
4) Lingkar lengan atas
Merupakan salah satu pilihan
untuk menentukan status gizi, karena mudah dilakukan, akan tetapi alat ini
sensitif terhadap satu golongan tertentu (pra sekolah) dan kurang sensitif pada
golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan.
Alat yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass
atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.
5) Lingkar kepala
Dalam antropometri gizi rasio
lingkaran kepala dan lingkaran dada cukup berarti dalam menetukan KEP pada
anak.
6) Lingkar lunak
Otot dan lemak merupakan
jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP dan kedua jaringan
tersebut dapat diukur untuk menentukan status gizi.
2.1.3.5 Indeks antropometri anak
Kombinasi antara
beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks antropometri yang umum
digunakan dalam menilai status gizi anak adalah kombinasi dari tiga indeks
yaitu : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan).
1) Berat badan menurut umur (BB/U)
Indeks berat badan menurut umur
digunakan sebagai salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik
berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutritional status). Kelebihan indeks BB/U :
1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
oleh masyarakat umum.
2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau
kronis
3. Berat badan dapat berfluktuasi
4. Sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan kecil
5. Dapat mendeteksi kegemukan
Kelemahan indeks BB/U :
1. Dapat mengakibatkan interprestasi status
gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites
2. Di daerah pedesaan terpencil dan
tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur
yang belum baik.
3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama
untuk anak dibawah usia lima tahun
4. Sering terjadi keslahan dalam pengukuran,
seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak saat penimbangan
5. Secara operasional sering mengalami
hambatan karena maslah sosial budaya setempat. Orang tua tidak mau menimbang
anaknya karena dianggap barang dagangan.
2) Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status
gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan indeks TB/U memberi
gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status
sosial ekonomi.
Keuntungan indeks TB/U :
1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri,
murah, dan mudah dibawa
Kelemahan indeks TB/U :
1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan
tidak mungkin turun
2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena
anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya
3. ketepatan umur sulit didapat
3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Jelliffe pada tahun 1996 telah
memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks ini
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang),
merupakan indeks yang independent terhadap umur.
Keuntungan indeks BB/TB :
1. Tidak diperlukan data umur
2. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk,
normal, dan kurus)
Kelemahan indeks BB/TB :
1. Tidak dapat memberikan gambaran ukuran
tinggi badan karena faktor umur tidak dipertimbangkan
2. Dalam praktek sering mendapatkan kesulitan
dalam mengukur tinggi badan balita
3. Membutuhkan dua macam alat ukur
4. Pengukuran relatif lebih lama
5. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
6. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan
hasil pengukuran.
2.1.4
Menetukan Status Gizi Kurang, Gizi Buruk, dan Gizi Lebih
Status gizi
kelompok orang ditentukan melalui perhitungan statistik dengan menghitung angka
nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-rata atau median dan
standar deviasi dari suatu angka acuan WHO. Dengan rumus tertentu dapat
dihitung nilai skor Z dan nilai suatu BB/U, TB/U, dan BB/TB. Ketiga jenis
ukuran tersebut dikatakan :
1) Normal apabila nilai terletak antara -2SD
sampai +2SD
2) Kurang apabila nilai terletak <-2SD
3) Buruk apabila nilai terletak <-3SD
4) Gemuk apabila nilai terletak >+2SD
5) Sangat gemuk apabila nilai terletak
>+3SD
Rumus perhitungan Skor-Z :
Skor – zBB/U = (BBu – BBr)
SDr
BBu =
Berat badan, umur dan jenis kelamin anak (hasil pengukuran)
BBr =
Berat badan pada umur dan jenis kelamin yang sesuai (WHO-NCHS)
SDr =
Standar deviasi pada umur dan jenis kelamin yang sesuai (WHO-NCHS)
Misalnya berat
badan hasil pengukuran pada anak balita perempuan pada usia 2 tahun adalah 12
kg, lalu dikurangi dengan berat badan pada umur dan jenis kelamin perempuan
pada tabel median WHO-NCHS yaitu 11,8 kg adalah 0,2 kg. Lalu dibagi dengan
standar deviasi pada umur 2 tahun anak perempuan baku WHO-NCHS yaitu :


Artinya status gizi balita berada pada
kurva +0,1 Z-score adalah gizi baik.
Gambar 2.1
Kurva Normal Skor-Z
Dan batas kategori Status Gizi BB / U
![]() |



![]() |
-3,0 -2,0 -1,0 0 +1,0 +2,0 +3,0
Gizi Gizi
Gizi
Lebih
Buruk Kurang (Gemuk)
2.1.5
Klasifikasi Status Gizi
Banyak klasifikasi
status gizi, saat ini digunakan klasifikasi menurut WHO. Indikator yang
digunakan meliputi BB/U, TB/U, BB/TB. Standar yang digunakan adalah NCHS (National
Centre for Health Statistics, USA) seperti tabel dibawah ini.
Tabel 2.1
Klasifikasi Menurut Cara WHO
(Sumber : Deswarni Idrus dan Gatot Gunanto 1990.
Pusdiknakes, Jakarta : 13)
No
|
BB/TB
|
BB/U
|
TB/U
|
Status Gizi
|
1.
|
Normal
|
Rendah
|
Rendah
|
Baik, pernah kurang
|
2.
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Baik
|
3.
|
Normal
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Jangkung, masih baik
|
4.
|
Rendah
|
Rendah
|
Tinggi
|
Buruk
|
5.
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
|
Buruk, kurang
|
6.
|
Rendah
|
Normal
|
Tinggi
|
Kurang
|
7.
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Lebih, obesitas
|
8.
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Normal
|
Lebih, tidak obesitas
|
9.
|
Tinggi
|
Normal
|
Rendah
|
Lebih, pernah kurang
|
2.2
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Kurang Balita
2.2.1
Faktor langsung
1) Faktor kecukupan makanan
Ketidak
cukupan makanan (zat gizi) berlangsung lama, maka persediaan/cadangan jaringan tubuh
akan digunakan untuk memenuhi ketidak cukupan itu. Kemerosotan jaringan
tersebut ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan daya tahan tubuh
(imunitas), akhirnya dapat menderita KEP. Sebaliknya gizi lebih akan memicu
berbagai penyakit sperti diabetes militus, hipertensi, dan lain-lain.
Berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan yang dianjuekan oleh Widya Karya
Nasional Pangan dan gizi ke IV (LIPI, 1988) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata
perhari
Gol. Umur Balita
|
Berat Badan (Kg)
|
Tinggi Badan (cm)
|
Energi (Kkal)
|
Protein (g)
|
Lemak (g)
|
Vitamin A (mg)
|
Vitamin C (mg)
|
0-6 bl
|
5,5
|
60
|
560
|
12
|
13
|
350
|
30
|
7-12 bl
|
8,5
|
71
|
800
|
15
|
19
|
350
|
35
|
1-3 th
|
12
|
90
|
1250
|
23
|
28
|
350
|
40
|
4-6 th
|
18
|
110
|
1750
|
32
|
39
|
460
|
45
|
Sumber: Solihin Pudjiadi (2003)
2) Faktor keadaan kesehatan
Anak yang mendapat makanan yang
cukup tetapi sering diserang diare atau demam, atau penyakit yang lain,
akhirnya akan dapat menderita KEP. Dalam kenyataan (faktor makanan dan
penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab KEP. Kekurangan asupan gizi
pada anak dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan berbagai dampak, mulai
gangguan struktur jaringan, kemerosotan dalam jumlah dan ukuran sel jaringan
tubuh, gangguan fungsi sistem tubuh dan mengganggu pada metabolisme serta
penyerapan makanan dan akhirnya menimbulkan berbagai gejala penyakit.
2.2.2
Faktor Tidak Langsung
Faktor-faktor yang
menyebabkan kurang gizi, menurut bagan UNICEF, 1998, yang disesuaikan oleh Soekirman,
2000, bahwa penyebab tidak langsung adalah :
1) Ketahanan pangan keluarga
Merupakan kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang
cukup, baik jumlah maupun mutu gizi.
2) Pola pengasuhan anak
Adalah kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
3) Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan
sanitasi lingkungan
Adalah tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan
4) Pendidikan
Merupakan salah satu pokok
masalah terjadinya KEP, dengan pendidikan yang kurang memadai akan mempengaruhi
kualitas pengasuhan anak, pemenuhan persediaan pangan dan sanitasi lingkungan
sebagai penyebab tidak langsung terjadinya KEP
5) Jumlah anak
Merupakan dampak dari kurangnya
pemberdayaan keluarga. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga adalah melalui program Keluarga Berencana (KB), yaitu perwujudan Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Salah satu isi NKKBS adalah
pengendalian segi kualitas/jumlah anak dengan dua anak saja.
2.2.3
Pola Asuh Makan
2.2.3.1 Pengertian
Pola asuh makan
anak merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuhan lain dalam hal kedekatan
dengan anaknya, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang
dan sebagainya (Soekirman, 2000 : 85).
Pola asuh makan anak
adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan
dengan makanan anak balita dan pemeliharaan kesehatan
2.2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
pengasuhan anak
Secara ideal tugas
seorang ibu adalah memelihara, mengasuh anak dan menjaga keluarganya.
Pengasuhan anak (Child Rearing) adalah bagian proses sosialisasi yang paling penting
dan mendasar. Fungsi utama dari pengasuhan anak adalah mempersiapkan seorang
anak menjadi warga masyarakat (Afrison, 1992, dalam : buku Jurnal Akademika
Volume 8 No. 1 : April 2004).
Yang termasuk pola
asuh adalah pemberian ASI, penyediaan dan pemberian makanan pada anak, dan
memberikan rasa aman kepada anak (Soekirman, 2000). Kualitas pengasuhan anak
ditentukan oleh keadaan ibu atau pengasuh anak yang meliputi :
1) Keadaan kesehatan fisik dan mental
2) Status gizi
3) Pendidikan umum
4) Pengetahuan tentang pengasuhan yang baik
5) Peran dalam keluarga atau di masyarakat
6) Sifat pekerjaan sehari-hari
7) Adat kebiasaan keluarga dan di masyarakat
2.2.3.3 Kebutuhan anak dalam pengasuhan
1) Kebutuhan pangan, sandang, rekreasi,
kesegaran jasmani
2) Perawatan kesehatan dasar seperti :
imunisasi, pemberian ASI, penimbangan teratur, pengobatan bila sakit
3) Pemukiman yang layak, higiene perorangan
dan sanitasi lingkungan.
Melatih ibu
menjadi pengasuh yang baik penting untuk menghasilkan generasi yang
berkualitas. Ibu yang tampak bahagia ketika mengasuh anaknya (selalu tersenyum,
tertawa dan bahagia) akan memberikan konstribusi positif bagi terbentuknya
anak-anak yang memiliki pola tumbuh kembang yang optimal (Khosan, 2004).
Praktek pemberian
makan pada anak mempunyai peranan yang besar dalam asupan gizi anak. Ada tiga
perilaku yang mempengaruhi asupan yaitu :
1) Menyesuaikan metode pemberian makanan
dengan kemampuan psikomotor anak
2) Pemberian makanan yang responsif, termasuk
dorongan untuk makan, memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian, kontrol
terhadap makanan antara anak dan pemberi makan, dan hubungan yang baik dengan
anak, selama memberi makan
3) Situasi pemberian makan, termasuk bebas
gangguan, waktu pemberian makan tertentu, perhatian dan perlindungan selama
makan.
2.2.4
Pendidikan Ibu
2.2.4.1 Pengertian pendidikan
Merupakan proses
yang terdiri dari pemindahan informasi (transformasi) dari suatu ilmu
pengetahuan dan pemahaman dari beberapa aspek kognitif dengan memperhatikan
rasa kesadaran, kemauan dan sikap suka dari pihak anak didik (Bernadib, 1994).
2.2.4.2 Tujuan pendidikan
Agar mampu
melaksanakan fungsi sosialnya dalam memasuki lingkungan masyarakat yang
bersifat maju dan komplek.
2.2.4.3 Lembaga pendidikan
1) Lembaga pendidikan informal, seperti
pendidikan di keluarga/dalam rumah tangga
2) Lembaga pendidikan formal
Merupakan
suatu bentuk organisasi sistem kegiatan manusia dalam bentuk sekolah yang
mempunyai satu tujuan tertentu yaitu membantu, menolong, membimbing kedewasaan
dan menjalankan fungsi sosialnya pada era yang maju dan komplek.
2.2.4.4 Jenjang pendidikan Formal
1) Pendidkan rendah/dasar, seperti : TK, SD
2) Pendidikan menengah, seperti : SLTP, SLTA
3) Pendidikan tinggi, seperti : Perguruan
Tinggi
Dengan pendidikan
yang baik (menengah keatas) maka orangtua dapat menerima segala informasi dari
luar terutama tentang cara mengasuh anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatannya dan pendidikannya.
Pendidikan ibu
merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu
erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,
higiene, pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap
kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan
berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan,
pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal (Sri
Kardjati, dkk. 1985)
Tingkat pendidikan
turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk
membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga,
pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap tehadap adanya masalah gizi
didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003)
2.2.5
Jumlah Anak
2.2.5.1 Pengertian
Banyaknya anak dalam sebuah keluarga yang
memiliki balita.
2.2.5.2 Bentuk keluarga
Berkaitan dengan
jumlah saudara maka ada dua bentuk keluarga, yaitu:
1) Keluarga kecil, yaitu keluarga yang
memiliki 2 orang anak
2) Keluarga besar, yaitu keluarga yang
memiliki lebih dari 2 orang anak.
Pembatasan ukuran
keluarga dapat membantu keadaan gizi dan daya tahan tubuh anak. Survei pangan
di Indonesia menunjukan bahwa tersedianya protein bagi setiap anak di dalam
keluarga dengan satu atau dua anak, akan 22% lebih tinggi (sekitar 13 gram
setiap kepala) bila dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anak lebih dari
empat (Berg, 1987).
Jumlah anak yang
banyak pada keluarga dengan sosial ekonomi cukup, akan mengakibatkan kurangnya
perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, lebih-lebih dengan jarak yang
dekat. Sedangkan pada keluarga dengan sosial ekonomi kurang akan mengakibatkan
selain kurang perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer tidak terpenuhi
(Soetjiningsih, 1998)
Anak-anak, wanita
yang sedang hamil dan sedang menyusui merupakan kelompok yang rawan akan
kekurangan gizi. Apabila mereka hidup dalam keluarga dengan jumlah yang besar
dan kesulitan dalam persediaan pangan tentunya masalah gizi atau gangguan gizi
akan timbul (Suhardjo, 1986)
Pembagian pangan
yang tepat pada setiap anggota keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang
baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam
keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus memperoleh sebagian besar
pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan
perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-zat gizi lain yang
cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Suhardji, dkk. 1986)
Hubungan antara
laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing
keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan
lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan
jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin
cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo,
2003)
2.2.6
Pendapatan keluarga
2.2.6.1 Pengertian pendapatan
Dalam kehidupan
sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah serta pendapatan
lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam
kurun waktu tertentu (Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers, 1984).
Ada beberapa
defenisi pengertian pendapatan, menurut Badan Pusat Statistik sesuai dengan
konsep dan defenisi (1999), pengertian pendapatan keluarga adalah seluruh
pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga
ekonomi, sedangkan menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers (1984)
pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga
yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam
rumah tangga.
Dari defenisi
diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah segala bentuk penghasilan atau
penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga.
Mulyanto Sumardi
dan Hans Pieter Evers (1984) menyebutkan pendapatan rumah tangga merupakan
jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan
subsistem.
Pendapatan formal,
pendapatan informal, dan pendapatan subsistem yang dimaksud dalam konsep diatas
dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendapatan formal adalah pendapatan yang
diperoleh dari hasil pekerjaan pokok
2) Pendapatan informal adalah pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan di luar pekerjaan pokok.
3) Pendapatan subsistem adalah pendapatan
yang diperoleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang
Jadi yang dimaksud dengan pendapatan
keluarga adalah seluruh penghasilan yang diperoleh dari semua anggota keluarga
yang bekerja.
2.2.6.2 Sumber Pendapatan Keluarga
Pendapatan
keluarga atau rumah tangga menurut biaya hidup tahun 1968-1989 dari badan pusat
statistik yang di kutip oleh Mulyanto Sumardi dan Hans Pieter Evers (1984) pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua dan sumbernya dapat dirinci sebagai
berikur:
2.2.6.2.1
Pendapatan
berupa uang
a. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari:
1)
Kerja
pokok
2)
Kerja
sampingan
3)
Kerja
lembur
4)
Kerja
kadang-kadang
b. Dari usaha sendiri
1) Hasil bersih dari usaha sendiri
2) Komisi
3) Penjualan dan kerajinan rumah
c. Dari hasil investasi
d. Dari keuntungan sosial, yaitu pendapatan
yang diperoleh dari kerja sosial
2.2.6.2.2
Pendapatan
berupa barang yaitu pendapatan berupa
a. Bagian pembayaran upah dan gaji yang
dibentukan:
1) Beras
2) Pengobatan
3) Transportasi
4) Perumahan
5) Barang
b. Barang yang diproduksi dan dikonsumsi di
rumah antara lain:
1) Pemakaian barang yang diproduksi di rumah
2) Sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap
rumah sendiri yang di tempati
Dalam penelitian
ini pendapatan yang dimaksud adalah kerja pokok dan kerja sampingan.
Umumnya, jika
pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut membaik juga. Tingkat
penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli dengan adanya
tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan semakin besar pula persentase dari
penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai
jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting bagi
kuantitas dan kualitas.
Antara penghasilan
dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Pengaruh peningkatan
penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan
intaraksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal (Achmad Djaeni
Sediaoetama, 1985)
Ahli ekonomi
berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi akan
meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan catatan, bila hanya faktor
ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi. Kenyataannya masalah gizi
bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan tetapi
faktor-faktor lain ikut menentukan . oleh karena itu perbaikan gizi dapat
dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran dari pada pembangunan (Suhardjo,
2003)
2.2.7
Pengetahuan Gizi Ibu
Suatu hal yang
meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:
a. Status gizi cukup adalah penting bagi
kesehatan dan kesejahteraan
b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika
makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh yang optimal
c. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang
perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi
perbaikan gizi (Suhardjo, 2003)
Pengetahuan gizi
yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk
dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi
(Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000)
Semakin bertambah
pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan
untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk anak balitanya. Hal ini
dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi
atau mencegah gangguan gizi pada keluarga (Suhardjo, 1986)
Kurangnya
pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah
umum dijumpai disetiap negara di dunia ini. Kemiskinan dan kekurangan persediaan
pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.
Penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan
tentang dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).
2.2.7.1 Pengetahuan
Pengetahuan yang
dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam
tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadapa suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima
(Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai
suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar (Soekidjo Notoatmodjo,
1997).
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai
keampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu
kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
satu sama lain (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada
suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada (Soekidjo Notoatmodjo,
1997).
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
Makalah jaman kuliah nopo niki, Yu ... dawaneeeh. Sip lah pokoke.
ReplyDeleteIki landasan teorine jeng Kayla Mubara, baru nemu di hardisk, hehehe
ReplyDelete