Thursday, December 6, 2012

INDIKASI SECTIO CAESAREA #2



2.       Riwayat Sectio Caesarea
Adalah merupakan suatu jaringan parut akibat pembedahan uterus sebelumnya.  Berdasarkan studi yang ada bahwa lebih dari 50% ibu dengan kasus jaringan parut akibat riwayat sectio caesarea transversal rendah dapat melahirkan pervaginam.  Frekuensi jaringan parut pada saat ini lebih banyak diakhiri dengan sectio caesarea untuk mengurangi kasus ruptur uteri (Yulianti, 2006).
Kehamilan dan kehamilan dengan parut pada uterus harus dicari penyebabnya mungkin karena bekas sectio caesarea, ruptur uteri, miomektomi atau reseksi korpus uteri.  Jaringan parut dapat menyebabkan uterus lemah yang pada akhirnya dapat menyebabkan ruptur uteri pada saat persalinan (Saifuddin, 2002).
Penelitian yang pernah dilakukan bahwa 50 % pasien dengan kasus jaringan parut karena sectio caesarea dapat melahirkan pervaginam dengan terlebih dahulu melakukan informed consent bahwa persalinan dengan luka parut dapat mengakibatkan ruptur uteri (Saifuddin, 2002).
Pada saat akan melakukan partus percobaan harus memperhatikan kondisi yang dapat mendukungnya seperti: riwayat operasi sebelumnya adalah insisi transversa rendah, presentasi janin adalah presentasi vertek normal.  Jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi dapat dilakukan sectio caesarea (Saifuddin, 2002).

3.       Cephallo Pelvik Disproportion (CPD)
Merupakan diagnosis yang ditegakkan pada trimester III di mana pada usia kehamilan > 37 minggu kepala janin belum masuk pintu atas panggul.  Untuk pertolongan persalinannya dapat dilakukan sectio caesarea karena resiko terhadap janin sangat besar jika dilahirkan pervaginam (Jones, 2002).
CPD merupakan penyempitan pintu atas panggul yang menyebabkan berkurangnya kapasitas panggul sehingga menyebabkan distosia pada saat persalinan (Cunningham, 2006).
Pada kehamilan aterm kepala bayi masih berada di PAP karena tidak bisa melewati pintu atas panggul,  hal ini diketahui lewat pemeriksaan palpasi secara leopold IV kepala janin masih bisa digoyang, bahkan pada saat ini separuh kepala bayi masih berada di PAP (Manuaba, 1998).
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, di mana suatu benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga yang terdiri dari janin, his dan kekuatan mengejan ibu.  Pada saat palpasi jika ada CPD dapat diuji dengan perasat OSBORN yaitu kepala didorong ke arah PAP dengan satu tangan di atas simfisis pubis sedang tangan yang lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol (Mochtar, 1998).

4.       Letak Lintang
Adalah bila sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu, bila sumbu tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang obligh.  Pada letak lintang bahu berada di atas pintu atas panggul sedang kepala terletak di salah satu fossa illiaka (Cunningham, 2006).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala berada pada salah satu sisi yang berlawanan dengan sisi bokong. Pada umumnya  bokong berada lebih tinggi dari kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.  Pada kehamilan prematur, hidramnion,  kehamilan kembar dan perut lembek merupakan predisposisi dari letak lintang.  Pertolongan persalinan letak lintang selalu diakhiri dengan sectio caesarea, karena apabila dilahirkan pervaginam dapat menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri (Wiknjosastro, 2005).
Jika sudut yang terbentuk oleh kedua sumbu ini tajam disebut oblique lie yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak) dan deviated breech presentation (letak bokong mengolak).  Karena itu biasanya yang paling rendah ialah bahu (shoulder presentation) (Mochtar, 1998).
Pada kehamilan dengan letak lintang tidak dapat dilahirkan secara spontan, kecuali bila janin kecil (prematur), IUFD, panggul luas.  Pertolongan persalinan pada panggul sempit adalah melalui sectio caesarea (Mochtar, 1998).

5.       Gagal Induksi
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, jika pada proses stimulasi persalinan tidak dapat memulai persalinan maka disebut gagal induksi (Marjono, 1999).
Menurut Wiknjosastro, 2005 induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan merangsang timbulnya his.  Indikasi-indikasi yang penting adalah postmaturitas dan hipertensi.  Di samping itu induksi dapat dilakukan pada rhesus antagonismus, diabetes melitus, KPD tanpa his.  Namun induksi memiliki syarat-syarat seperti servik telah matang,  tidak ada CPD, tidak ada kelainan letak janin dan kepala janin sudah masuk PAP.  Induksi dengan pemberian infus intravena dan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu dan janin apabila syarat-syarat tersebut di atas dapat dipenuhi dan kemungkinan induksi persalinan gagal dan perlu dilakukan sectio caesarea.
Pemeriksaan keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul, maka dapat dilakukan induksi jika syarat-syaratnya terpenuhi dengan memberikan infus oksitosin drips 5 – 10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5% dimulai dari 12 tetes per menit, dinaikkan 10 – 15 tetes sampai 40 – 50 tetes permenit.  Pemberian oksitosin tidak dapat terus menerus (Mochtar, 1998).
Bila inersia disertai dengan CPD dan terdapat inersia uteri sekunder dan setelah induksi dalam 24 jam pada primi persalinan belum berlangsung dan 18 jam pada multi, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan teknik ekstraksi vakum, forsep maupun sectio caesarea, sesuai dengan indikasi dan hasil pemeriksaan yang didapat (Mochtar, 1998).

No comments:

Post a Comment