![]() |
sumber: www.wolipop.detik.com |
Para ilmuwan telah banyak melakukan penelitian mengenai hubungan ibu bekerja terhadap anak-anaknya. Hasil dari mayoritas studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang negatif dari ibu yang bekerja terhadap anak-anaknya. Menurut Parke & Buriel, dampak ibu bekerja terhadap anak tergantung dari beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, temperamen dan kepribadian anak; apakah ibu bekerja penuh waktu atau paruh waktu; alasan ibu bekerja dan perasaan ibu terhadap pekerjaannya; apakah ibu memiliki suami yang mendukung atau tidak; status sosial ekonomi keluarga; dan jenis pola asuh yang diterapkan pada anak sebelum dan/atau sesudah sekolah. Semakin puas seorang ibu terhadap pekerjaannya, semakin efektif juga ia sebagai orang tua. Pendapat tersebut senada dengan Johnson & Medinnus yang mendeskripsikan bahwa dampak ibu bekerja terhadap anaknya tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, golongan sosial, apakah ibu bekerja penuh waktu atau paruh waktu, pemilihan pengasuh pengganti, konsistensi ibu dan pengasuh pengganti terhadap perilaku dan kebiasaan, temperamen dan kepribadian anak, motivasi yang mendorong ibu bekerja, serta perilaku ibu dalam bekerja dan pengasuhan anak.
Hoffman, Zimmerman & Bernstein dalam Papalia
menyatakan bahwa perkembangan kognitif serta perkembangan sosial emosional anak
pra-sekolah terlihat hampir sama bagusnya baik pada anak yang ibunya bekerja
maupun yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dari pendapat tersebut dapat dideskripsikan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara perkembangan kognitif serta perkembangan sosial emosional
dari anak pra-sekolah yang ibunya bekerja dengan yang ibunya tidak bekerja.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak perempuan
dengan ibu bekerja menjadi lebih mandiri dan mempunyai perilaku yang lebih
positif untuk menjadi seorang perempuan dewasa daripada anak perempuan yang
ibunya tidak bekerja.
Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan bahwa seorang anak perempuan yang
ibunya bekerja menjadi lebih mandiri dan siap menjadi seorang perempuan dewasa
dibandingkan dengan anak perempuan yang ibunya tidak bekerja. Hal tersebut terjadi karena seorang ibu yang
bekerja mengharapkan anak perempuannya bisa membantu meringankan tugas-tugasnya
di rumah sehingga ia melatih anak perempuannya untuk melakukan tugas-tugas
rumah tangga sejak dini seperti merapikan tempat tidur, menyapu dan mencuci
piring.
Penelitian
lain menemukan bahwa anak laki-laki dari golongan kelas menengah (bukan anak
perempuan, dan juga bukan anak laki-laki dari golongan ekonomi di bawahnya),
berprestasi lebih jelek di sekolah sewaktu ibu mereka bekerja, khususnya bagi
yang ibunya bekerja seharian penuh selama masa pra-sekolah anak mereka. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan bahwa khusus untuk anak laki-laki
dari golongan ekonomi menengah berprestasi lebih jelek di sekolah sewaktu ibu
mereka bekerja, khususnya bagi yang ibunya bekerja seharian penuh selama masa
pra-sekolah anak mereka. Anak laki-laki usia pra-sekolah lebih membutuhkan
pendampingan seorang ibu dalam hal belajar, mengerjakan PR, dan membantu mereka
dalam memecahkan permasalahan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, mereka
cenderung berprestasi lebih jelek di sekolah selama ibu mereka bekerja seharian
penuh di luar rumah. Dampak tersebut
bisa dikurangi dengan jalan mencarikan pengasuh pengganti yang mempunyai visi
pengasuhan sama dengan ibu.
Johnson dan Medinnus
juga menyatakan bahwa yang terpenting dalam hubungan ibu-anak bukan terletak
pada bekerja atau tidaknya seorang ibu, atau banyaknya waktu yang dihabiskan
ibu bersama anaknya, tapi lebih pada kualitas dari kebersamaan ibu dengan
anaknya.
Hal tersebut menegaskan bahwa yang terpenting dalam hubungan ibu-anak bukan
terletak pada bekerja atau tidaknya seorang ibu, atau banyaknya waktu yang
dihabiskan ibu bersama anaknya, tapi lebih pada kualitas dari kebersamaan ibu
dengan anaknya. Mengingat sedikitnya waktu yang
dimiliki seorang ibu bekerja bagi anaknya, maka ia akan berusaha untuk
meningkatkan kualitas interaksi terhadap anaknya daripada kuantitas, selain
itu, ibu juga lebih menekankan latihan kemandirian lebih awal dan memberikan
kesempatan anak untuk berlatih mandiri, sehingga ibu akan merasa lebih tenang
sewaktu meninggalkan anaknya untuk bekerja.
Menurut Myrdal dan Klein,
bahwa dari hasil observasi guru, anak-anak dari ibu yang bekerja secara
intelektual lebih tanggap dan secara sosial lebih mandiri daripada anak
lainnya. Barnett dan Baruch dalam Ismanto mengatakan bahwa meningkatnya ‘rasa
percaya diri’ (sense of confidence)
pada ibu bekerja, disebabkan oleh timbulnya kemandirian secara finansial,
membuat mereka lebih asertif dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan
pengasuhan anak.
Dari pendapat tersebut dapat dideskripsikan
bahwa seorang ibu yang bekerja akan merasa memiliki kebebasan finansial karena
memiliki penghasilan sendiri, jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja
yang segala sesuatunya harus tergantung kepada suami sebagai pencari nafkah. Ia
bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun anak-anaknya yang semula tidak
terpenuhi dengan mengandalkan gaji suami. Dengan memiliki penghasilan sendiri,
seorang ibu memiliki kemudahan untuk memutuskan masalah-masalah keuangan
keluarga yang harus dihadapinya, sehingga ia memiliki kepuasan hidup lebih
tinggi dibanding ibu tidak bekerja. Dengan bekerja, seorang ibu merasa menjadi
‘seseorang’ yang lebih dihargai, dibanding hanya menjadi ibu rumah tangga
dengan status ikut suami dan bukan siapa-siapa yang pekerjaannya tidak dibayar.
Bekerja bisa meningkatkan citra diri yang positif, penghargaan, rasa percaya
diri, dan kebanggaan bagi seorang ibu, apalagi apabila pekerjaannya sesuai
dengan cita-cita, hobi atau kegemarannya., sehingga ia bisa mengembangkan diri,
minat dan bakatnya. Seorang ibu yang
merasa puas dengan dirinya, secara konsisten akan lebih hangat, terlibat, suka
bermain, memberi stimulasi dan efektif terhadap anak-anak, sehingga bisa
mendidik anak-anaknya dengan lebih baik.
Anak-anak yang diasuh oleh seorang ibu yang memiliki kepuasan hidup
lebih tinggi, biasanya akan lebih mandiri, asertif, ramah, mudah bekerja sama
dan lebih mudah diterima di lingkungan pergaulan.
Menurut Santrock, anak-anak yang ibunya
bekerja di luar rumah belum tentu benar-benar mendapatkan perhatian lebih
sedikit dibandingkan dengan yang ibunya tidak bekerja. Keberadaan ibu tidak
selalu memberikan pengaruh positif bagi anak. Ibu yang terdidik tetapi tidak
bekerja mungkin berlebihan mencurahkan seluruh energinya kepada anak-anaknya,
mendorong munculnya kekhawatiran yang berlebihan dan menghambat kembandirian
anak. Secara keseluruhan, para peneliti
menemukan tidak ada pengaruh buruk dari ibu bekerja terhadap perkembangan anak.
Ibu-ibu bekerja dan tidak bekerja mempunyai sikap yang sama terhadap pengasuhan
anak. Ibu yang tidak bekerja dan selalu tinggal di rumah mengasuh anak, terkadang
dilanda kebosanan, kesepian, dan terisolasi dari pergaulan. Dengan bekerja di
luar rumah, ia bisa menghilangkan kejenuhan, bertemu dengan orang lain,
menambah wawasan dan bisa mengembangkan potensi dirinya. Akan tetapi, tempat
ibu bekerja yang berada di luar rumah menyebabkan ia tidak bisa melakukan
pengawasan secara langsung terhadap pengasuhan anaknya di rumah. Jalan
keluarnya adalah, dengan mencari pengasuh pengganti yang tepat yang mempunyai
visi pengasuhan sesuai dengan dirinya. Ibu bisa mendelegasikan sebagian
tugasnya kepada pengasuh, dengan memberikan peraturan-peraturan, batasan dan
jadwal harian anak sehingga walaupun tidak berada di rumah, fungsi pengasuhan
terhadap anaknya tetap berjalan dengan baik.
Dari pendapat tersebut dapat dideskripsikan bahwa tidak ada pengaruh
buruk dari ibu bekerja terhadap perkembangan anak.
Betapapun sulitnya tugas seorang ibu bekerja dalam
peranannya sebagai pendidik dan pengasuh anak prasekolah, sikap yang positif
terhadap peran tersebut sangat dibutuhkan. Dengan demikian dapat dideskripsikan
bahwa bagaimana sikap seorang ibu bekerja terhadap perannya sebagai
pendidik/pengasuh anak akan mempengaruhi perilakunya dalam mendidik dan
mengasuh anak. Ibu bekerja yang memiliki sikap positif dan merasa puas terhadap
perannya sebagai pendidik/pengasuh anak akan menunjang aspek-aspek perkembangan
anak secara optimal, sebab ibu yang demikian itu akan lebih penuh kasih sayang,
lebih suka berbicara, suka bermain dan responsif. Selain itu juga lebih sedikit
melarang, lebih suka mengajar dan merangsang anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Oleh karena itu dapat dideskripsikan bahwa tidak ada pengaruh negatif dari ibu bekerja terhadap
perkembangan kemandirian anak.
Sumber:
- Gene R. Medinnus & Ronald C. Johnson, Child and Adolescent Psychology, Behavior and Development, (New York: John Wiley & Sons, Inc., 1968).
- Diane E. Papalia and Sally Wendkos Olds, A Child’s World, Infancy Through Adolescence, sixth edition, (New York: Mc. Graw Hill Inc., 1995).
- John W. Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Edisi kelima. Jilid 1. (Erlangga, Jakarta).
No comments:
Post a Comment