Wednesday, March 26, 2014

Kopi Darat


Oleh: Umi Sakdiyah

Hari Minggu pagi, 9 Maret 2014, aku sudah rapi dan wangi. Setelan jeans dan kemeja kotak-kotak lengan panjang yang digulung di bawah siku terlihat sangat serasi di tubuh. Tak lupa kukantongi kacamata minus tiga. Ya, sejak lama dokter mengharuskan aku memakai kacamata. Tapi setiap mematut diri di depan cermin, rasanya kegantenganku berkurang.

Kubaca lagi inbox teman di KBM yang akan kutemui di acara workshop. Rasanya sudah tidak sabar. Wajahnya yang unyu-unyu, komentar-komentarnya yang lucu, dan puisi-puisinya yang indah selalu menemani hari-hariku.

"Naidra, kamu jadi kan datang di acara workshop?" katanya dalam inbox semalam.

"Jadi, dong, selain pengen ikutan workshop, aku pengen ketemu kamu," jawabku.

"Aw..aw.. ", sahutnya lucu. Ekpresi dan celetukannya itu yang membuatku penasaran ingin segera bertemu.

Kuparkir vespa andalan di pelataran gedung Jakarta Design Center yang penuh sesak. Hampir tidak menemukan tempat parkir, untung masih ada tempat kosong di pojok. Bergegas masuk ke tempat berlangsungnya acara, ternyata sudah dimulai setengah jam yang lalu.

Aku duduk di barisan belakang. Di barisan peserta wanita yang duduk di sebelah kanan, telihat beberapa orang melambaikan tangan. Wajah mereka sepertinya cukup aku kenal. Mungkin dari foto profilnya di facebook. Hatiku berdesir, di antara mereka terlihat seorang gadis berjilbab biru melambai ke arahku. Itu pasti Renata, gadis manis nan lucu yang selalu menjadi inspirasi puisi-puisiku.

Acara workshop terasa lama sekali. Aku sudah tak sabar menanti waktu isirahat makan siang. Akhirnya waktu istirahat tiba. Kukantongi kembali kacamata, aku nggak mau Renata melihat betapa jeleknya tampangku memakai benda itu.

Tiba-tiba hapeku bergetar, ada sms dari Renata! Buru-buru aku baca isinya:
"Naidra, aku tunggu di dekat pintu keluar ya, teman-teman yang lain juga menunggu," katanya seperti tak sabar.

Jantungku semakin dagdigdug tak keruan. Akhirnya aku akan bertemu dengan Renata! Kutarik tangan Wiro untuk menemani. Dari jauh kulihat beberapa perempuan berjilbab bergerombol dekat pintu masuk. Semakin dekat wajah mereka semakin jelas. Terlihat seperti wajah Fieta, Lena, Ughie, Bu Sri Rejeki, bunda Asih, umy Neny, terlihat gadis manis berjilbab biru berdiri di samping Fieta.

Kuamati sekali lagi wajahnya, persis seperti foto profilnya. Manis dan lucu, tapi kenapa ada yang sedikit aneh dengan wajahnya? Aku tidak tahu persisnya apa. Kugamit tangan Wiro, kutunjukkan padanya Renataku.

"Wiro, lihat, cantik kan?" kataku sambil menunjuk dengan dagu ke arah Renata.

"Iya, cantik, tipe muslimah impianmu!" jawab Wiro meyakinkan.

Kamipun semakin mendekati Renata. Lalu rombongan perempuan berjilbab itu menyapa kami dan memperkenalkan diri satu persatu. Dengan kikuk kusebutkan nama.

"Kenalkan, saya Naidra!" kataku sambil melirik ke arah Renata. Aku masih tidak mengerti hal aneh apa yang terlihat dari wajahnya.

"Udah tahuuu!!", kata mereka serempak.

"Oya, Naidra, udah kenalan sama Renata, kan?" tanya bunda Asih mengagetkanku.

"Su..sudah, yang berjilbab biru kan?" jawabku malu-malu.

"Coba, diamati lagi, apa benar ini Renata?" sela Umy Neny. "Umy dengar kamu minus tiga, kenapa nggak kamu pake kacamatanya?" candanya lagi. Terdengar Fieta, Lena dan Ughie menahan tawa. Ah, ada apa sebenarnya? Aku agak curiga.

"Udah, Naidra, pake aja kacamatamu!" pinta Wiro.

Aku lalu mengambil kacamata dari saku. Lalu kupakai. Astaghfirullah, aku hampir pingsan dibuatnya. Terlihat ia mirip sekali dengan Renataku. Pipi tembemnya terlihat sedikit tirus dengan hiasan gurat-gurat halus di pipi, mata, dan kening. Ia lebih terlihat sebagai wanita dewasa berumur hampir 40-an. Oh, kemana Renataku, gadis manis berpipi tembem yang lucu itu?

"Ka..kamu bukan Renata?" kataku tergagap. "Ke..kenapa dengan wajahmu? Di foto kamu terlihat jauh lebih muda dan cantik!" ujarku putus asa.

"Aku Renatamu, Naidra, foto yang ada di fesbuk itu asli wajahku, cuma 21 tahun yang lalu!" katanya tertawa renyah. Merekapun tertawa bersama. Menertawakan kebodohanku.

1 comment: